Senin, 16 Juni 2014

Batas dan Tanggug jawab Pendidikan Islam



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
a)      Batas-batas pendidikan
Ada beberapa pendapa­t tentang batas-batas pendidikan:
1)      Menurut Langeveld
Langeveld menerangkan tentang batas-batas pendidikan dalam arti batas waktu dalam pendidikan, yakni kapan pendidikan itu dimulai dan kapan pendidikan itu berakhir. Saat kapan pendidikan dimulai disebut batas bawah dan kapan pendidkan berakhir disebut batas atas dari pendidikan.
Menurut Langeveld, pendidikan yang sebenarnya baru bisa dimulai ketika anak mengenal akan adanya kewibawaan kira-kira berumur 3 tahun atau  sekitar 4 tahun, dan ini disebut dengan batas bawah pendidikan. Tetapi sebagian pendapat, pada umumnya anak mengenal kewibawaan ketika mereka masuk Taman Kanak-kanak. Sedangkan batas atas pendidikan menurutnya adalah kedewasaan. Adapun cirri-ciri utama kedewasaan, antara lain:
a.       Adanya sifat kestabilan (kemantapan)
b.      Adanya sifat tanggung jawab
c.       Adanya sifat berdiri sendiri
Sedangkan menurut Islam bahwa pendidikan adalah usaha untuk mencapai kesempurnaan hidup, maka pendidikan itu tidak ada batas akhirnya selagi manusia masih hidup, artinya pendidikan berakhir setelah manusia masuk ke liang kubur.
2)      Menurut Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa pendidikan bisa diterapkan mulai anak lahir hingga dewasa, secara terperinci ia menjelaskan fase-fase tersebut:
a.       Zaman wiraga, mulai 0-8 tahun, periode ini merupakan periode penting bagi perkembangan badan dan indra.
b.      Zaman wicipta, mulai 8-16 tahun, masa ini merupakan masa perkembangan untuk daya-daya jiwa terutama pikiran anak.
c.       Zaman wirama, 16-24 tahun, merupakan masa untuk menyesuaikan diri denan masyarakat di mana anak mengambil bagian sesuai dengan cita-citanya.
Jadi menurut Ki Hajar Dewantara,batas bawah pendidikan adalah mulai anak lahir dan berakhir setelah tercapainya kedewasaan yaitu ketika berumur 24 tahun.
b)      Tanggung jawab pendidikan
Untuk mengetahui siapa yang bertanggung jawab terhadap hasil pendidikan, terlebih dahulu harus dibedakan lewat objek pendidikan tersebut. Berdasarkan pendidikan itu diberikan ada 2 macam:
a.       Pendidikan anak-anak
Pada objek ini yang bertanggung jawab terhadap hasil pendidikan sepenuhnya adalah tanggung jawab pendidik, dalam arti para guru, orang tua, pemimpin-pemimpin dan para pihak lain yang turut serta memberikan pendidikan tersebut. Hal ini disebabkan selain ia masih menpunyai sifat kekanak-kanakan, ia juga mempunyai kemauan yang lemah, masih sangat mudah dipengaruhi serta masih kaburnya pandangannya tentang tujuan belajar dan tujuan sekolah. Jadi yang bertanggung jawab terhadap hasil pendidikan anak di Sekolah Dasar dan Sekolah menengah bisa dikatakan itu adalah tanggung jawab para pendidik.
b.      Pendidikan orang dewasa
Orang dewasa dalam pendidikan bukan hanya sebagai objek pendidikan, tetapi ia juga merupakan subjek yang turut aktif dalam proses pendidikan. Sebab sebagai orang yang telah dewasa ia harus bertanggung jawab terhadap akibat dari semua tingkah laku perbuatannya. Jadi yang bertanggung jawabterhadap pendidikan tersebut adalah si terdidik, sebab hal itu merupakan pendidikan diri sendiri (zelfopvoeding).[1]
B.     Rumusan masalah
1.      Bagaimana batasan pendidikan islam?
2.      Bagaimana tanggung jawab pendidikan islam?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian dan Batasan Ilmu Pendidikan Islam
Batas ialah suatu yang menjadi hijab atau ruang lingkup; awal dan akhir berarti memiliki permulaan dan akhir. Sedangkan pendidikan adalah pengaktualisasian fitrah insaniyah yang manusiawi dan potensial agar manusia dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya (individual, sosial, religius) (Abdurrahman, 1988: 13).
  1. Batas Awal Pendidikan Islam
Yang dimaksud dengan batas awal pendidikan Islam ialah saat kapan pendidikan Islam itu dimulai. Para ahli paedagogik muslim dan non muslim mempunyai pendapat yang beragam akan hal ini. Mereka hanya sepakat bahwa pendidikan itu adalah suatu usaha dan proses mempunyai batas-batas tertentu. Langevel, memberikan batas awal (bawah) pendidikan pada saat anak sudah berusia kurang lebih 4 tahun, yakni pada usia ini telah terjadi mekanisme untuk mempertahankan dirinya (eksistensi) perubahan besar dalam jiwa seseorang anak di mana sang anak telah mengenal aku-Nya. Sehingga si anak sudah mulai sadar/mengenal kewibawaan (gezag) (Amier Daien Indra Kusuma, 1973 : 33).
Kewibawaan dalam pendidikan adalah kesediaan untuk mengalami adanya pengaruh dan menerima pengaruh (anjuran) orang lain atas dasar sukarela. Bukan karena takut atau terpaksa.
Sejarah Islam telah membenarkan bahwa pendidikan Islam itu telah mulai berkembang  pesat di dunia Islam semenjak Islam itu lahir di permukaan bumi. Firman Allah SWT dalam surah al-Alaq ayat 1-5 sebagai ayat yang pertama kali diturunkan yang berkaitan dengan pendidikan sebagai berikut:
إِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ خَلَقَ اْلإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ إِقْرَأْ وَرَبُّكَ اْلأَكْرَمُ  أَلَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ عَلَّمَ اْلإِنْسَانَ مَالَمْ يَعْلَمْ


Artinya : “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu Maha Pemurah; yang mengajarkan manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya”. (Q.S. 96 : 1-5).
Imam al-Gazali berpendapat bahwa anak itu seperti kertas putih yang siap untuk ditulisi melalui orang tuanya sebagai pendidik sehingga batas awal pendidikan pada saat anak dalam kandungan ibunya, lebih jauh dari itu yakin pada saat memilih calon pasangan hidup (suami isteri) (Ahmad Izzuddin, 1987 : 109). Di mana anak akan lahir, tidaklah terlepas dari pengaruh perilaku orang tuanya yang mendidik dan membesarkannya.
Anak dalam kaitannya dalam pendidikan menurut ajaran Islam adalah fitrah atau ajaran bagi orang tuanya. Sebagaimana Hadis Rasulullah saw. yang artinya: Setiap anak itu dilahirkan atas fitrah, kedua orang tuanyalah yang menjadikan Nasrani atau Majusi.
  1. Batas Akhir Pendidikan Islam
Sebelum anak mengenal kewibawaan (gezag) dari pendidik maka peristiwa pendidikan belum ada, dan yang ada hanya latihan dan pembiasaan saja. Kewibawaan yang dimaksud adalah kekuatan batin yang dimiliki oleh pendidik yang ditaati oleh anak didik. Langevel memandang pendidikan itu sebagai suatu pergaulan antara anak didik dengan pendidik. Tugas si pendidik ialah mendewasakan anak didik (manusia muda) dengan membimbing sampai pada tingkat kedewasaan (jasmani dan rohani). Sehingga dapat berdiri sendiri dan bertanggung jawab secara etis.
Adapun tujuan akhir pendidikan Islam menurut Imam al-Gazali adalah untuk mencapai keutamaan dan taqarrub (pendekatan diri kepada Allah). Sejalan dengan hal di atas jelaslah bahwa batas pendidikan versi Langevel agak realistik pragmatik, maka batas pendidikan Islam lebih idealistik dan pragmatik menurut Islam, pendidikan itu berlangsung dari buaian sampai ke liang lahat. Sebagaimana Hadis Nabi saw.:
أُطْلُبِ اْلعِلْمَ مِنَ اْلمَهْدِ إِلَى اللَّهْـدِ
Artinya: “Tuntutlah ilmu pengetahuan semenjak dari buaian hingga ke liang lahat”. (al-Hadis).
Prinsip pendidikan yang dilaksanakan dewasa ini yang dikenal dengan konsep pendidikan seumur hidup (Long Life of Education). Hal ini menunjukkan bahwa tidak dikenal adanya batas-batas pendidikan. Bukankah pendidikan adalah pertolongan orang dewasa (pendidik) kepada (pemuda) anak didik. Bukankah manusia semenjak dia lahir dan sepanjang hidupnya dia membutuhkan pertolongan orang lain?, maka semakin banyak kebutuhan hidup yang dibutuhkannya semakin pula ia membutuhkan pendidikan.
Secara umum tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya manusia muttaqin yang secara sadar dan bertanggung jawab selalu mencari keridaan Allah SWT  melalui jalur muamalah yang ubudiyah sehingga sistem pendidikan Islam adalah suatu  pola yang menyeluruh dari suatu masyarakat, unsur-unsur lembaga formal atau non formal dengan pemindahan pengetahuan dan pewarisan kebudayaan yang mempengaruhi pertumbuhan sosial spiritual dan intelektual. Dengan munculnya sistem pendidikan Islam sebagai suatu sistem yang berdiri sendiri adalah suatu fenomena baru dalam syariat Islam (Hasan Langgulung, 1988 : 4)[2]
Beragam pemikiran tentang pengertian ilmu pendidikan islam yang dikemukakan oleh para tokoh-tokoh pendidikan islam.
Menurut Achmadi (1992), ilmu pendidikan islam adalah ilmu yang mengkaji pandangan islam tentang pendidikan dengan menafsirkan nilai-nilai ‘Illahi’ dan mengkomunikasikan secara timbale balik dengan fenomena dalam situasi pendidikan
Sejalan dengan Achmadi, H.M, Arifin (1991), menyatakan bahwa ilmu pendidikan islam  adalah studi tentang system dan proses kependidikan yang berdasarkan Islam untuk mencapai produk atau tujuannya, baik studi secara teoritis maupun praktis.
Widodo Supriyono (2001), memberikan pengertian ilmu pendidikan islam adalah ilmu yang membicarakan masalah-masalah umum pendidikan islam, secara menyeluruh dan abstrak. Di mana pendidikan islam bersifat teoritis dan praktis. Ilmu pendidikan islam adalah ilmu yang membahas proses penyampaian materi-materi ajaran islam kepada anak didik dalam prose pertumbuhan.
Dalam ilmu pendidikan islam teoritis, dibahas hal-hal yang bersifat normative, yakni menunjuk kepada standar nilai islam. Oleh karena itu, sistematika pokok kajiannya meliputi landasan dasar pendidikan islam, fungsi pendidikan islam, dan tujuan pendidikan islam.
Adapaun ilmu pendidikan islam yang bersifat praktis, sistematika pokok kajiannya melipui pendidikan islam di lingkungan keluarga, sekolah, serta di lingkungan masyarakat.
Berdasarkan penegasan-penegasan terebut maka dapat dikatakan bahwa ilmu pendidikan islam merupakan ilmu pengetahuan praktis, karena yang diuraikan dalam ilmu ini dilaksanakan dalam kegiatan pendidikan, dan orang yang mempelajari ilmu ini dengan tujuan untuk dapat mengetahui dan mengarahkan kegiatan pendidikan.
Ilmu pendidikan islam juga merupakan ilmu pengetahuan rohani, karena situasi pendidikan berdasarkan atas tujuan tertentu dan tidak membiarkan anak tumbuh secara liar sesuai dengan keinginannya, malainkan memandangnya sebagai makhluk susila, berharkat dan ingin membawanya ke arah manusia susila, yang memiliki harkat dan budaya.
Batasan ilmu pendidikan islam menggunakan kaidah-kaidah ilmu pendidikan, dan menggunakan pendekatan filosofis dan empiris agar ia memiliki konsep yang idealistic, realistic dan praktis. Pendekatan filosofis mengangkat nilai-nilai Illahi transcendental yang terkandung dalam risalah Islamiyah yang berkaitan dengan masalah-masalah pendidikan. Sedangkan pendekatan empiris lebih di arahkan pada upaya untuk mencari jawaban terhadap berbagai masalah pendidikan yang timbul dengan selalu menggunakan parameter nilai-nilai ‘Illahi’.
Berdasarkan pendekatan tersebut, ilmu pendidikan islam dapat diberi batasan secara garis besar, yakni ilmu pendidikan islam ialah ilmu yang mengkaji pendidikan dengan menafsirkan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran islam dan mengkomunikasikan secara timbale balik dengan fenomena social dalam situasi pendidikan kontemporer.[3]

B.     Tanggung Jawab Pendidikan Islam
a)      Tanggung Jawab Keluarga Terhadap Pendidikan Islam
Didalam lingkungan keluarga, orang tua berkewajiban untuk menjaga, mendidik, serta membimbing dan mengarahkan dengan sungguh-sungguh dari tingkah laku atau kepribadian anak sesuai dengan syariat islam yang berdasarkan atas tuntunan atau aturan yang telah ditentukan di dakam al-qur’an  dan hadist. Tugas ini merupakan tanggung jawab masing-masing orang tua yang  harus dilaksanakan. Pentingnya pendidikan islam bagi tiap-tiap orang tua terhadap anak-anaknya didasarkan pada sabda Rasulullah  SAW yang menyatakan bahwa :
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitra. kedua orang tuanyalah yang menjadikannya nasrani, yahudi atau majusi”. (HR.bukhari)
Pendidikan keluarga merupakan salah satu aspek penting, karena awal pembentukan dan perkembangan dari tingkah laku atau kepribadian atau jiwa seorang anak adalah melalui proses pendidikan dilingkungan keluarga. dilingkungan inilah pertama kalinya terbentuknya pola dari tingkah laku atau kepribadian seorang anak tersebut. pentingnya peran keluarga dalam proses pendidikan anak dicantumkan didalam al-Qur’an, yang mana Allah SWT berfirman dalam surah Al-Furqon ayat 74, yang artinya sebagai berikut:
dan orang-orang yang berkata: ya tuhan kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa (Al-Furqan:74)
Selanjutnya, berhubungan dengan pentingnya peranan orang tua dalam pendidikan anak di dalam lingkungan keluarga ini juga dijelaskan Allah sesuai dengan firmannya didalam surah At-Tamrin ayat 6, yang artinya sebagai berikut:
”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan dan penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkannya keoada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan“(Q.S  At-Tamrin: 6)
Jadi, di dalam proses pendidikan di dalam lingkungan keluarga masing-masing orang tua memiliki peran yang sangat besar dan penting. dalam hal ini, ada banyak aspek pendidikan sangat perlu diterapkan oleh masing-masing orang tua dalam halmembentuk tingkah laku atau kepribadian anaknya yang sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Hadis Rasulullah SAW. Diantara aspek-aspek tersebut adalah pendidikan yang berhubungan dengan penanaman atau pembentukan dasar keimanan (akidah), pelaksanaan ibadah, akhlak dan sebagainya.[4]
                  Dasar kewajiban orang tua mendidik anak serta tanggung jawab orang tua dalam pendidikan islam
Tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan Islam ditegaskan dalam sabda Rasulullah SAW sebagai berikut:
ﻭﺃﻥﻴﺰﻮﺟﻪﺈﺰﺍﺃﺫﻙ ﺭﻗﻪﺇﻻﻄﻴﺒﺎ ﻮﺍﻟﺮﻣﺎﻳﻪﻭﺃﻥﻴﺮ ﺤﺔ ﻮﺍﻟﺴﺒﺎ ﺤﻖﺍﻠﻮﺍﻠﺩﻋﻟﻰﺍﻟﻮﻟﺩﺃﻦﻴﺤﻳﻥﺍﻠﺴﻤﻪ  ﻮﺃﺮﺑﻪ ﻮﺃﻦﻴﻌﻠﻣﻪﺍﻠﻜﺘﺎﺒﻪ

Artinya: “Kewajiban orang tua kepada anaknya yaitu memberi nama yang bagus, mengajari sopan santun, baca tulis, berenang dan memanah serta mengawinkannya bila ia telah dewasa”. (HR. Hakim)             
Proses peletakan dasar-dasar pendidikan di lingkungan keluarga, merupakan tonggak awal keberhasilan proses pendidikan selanjutnya, baik secara formal maupun non-formal. Dalam hal ini Allah berfirman:
ﻏﻼ ﻇﺸﺪﺍﺩﻻ ﻴﻌﺻﻮﻦ ﺍﷲ ﻣﺎﺍ ﻣﺮﻫﻡﻭ ﻳﻓﻌﻠﻭﻦ ﻣﺎﻴﻮﻣﺮﻮﻥ ﻨﺎﺮﺍﻮ ﻗﻮﺪ ﻫﺍﺍﻠﻨﺎﺱ ﻮﺍﻟﺣﺠﺎﺮﺓ ﻋﻟﻳheﻬﺎ ﻣﻠﺀﻛﺔ ﻭﺍﻫﻟﻴﻛﻡ ﺍﻧﻔﺳﻛﻡ ﻴﺎﻳﻬﺎﺍﻠﻨﻳﻦ ﺍ ﻣﻧﻮﺍﻗﻭﺍ
Artinya : “Wahai saudaraa-saudara yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikatt kasar dank eras, yang tidak durhaka kapaada Allah terhadap apaa yang Dia perintahkan kepada manusia dan selalu yang DIa perintahkan kapada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (QS.At-Tahrim: 6)
Mengomentari hal ini Ali bin Abi Tholib dan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhum menyatakan “Berikan pendidikan, ajarilah dengan ketaatan kepada Allah, serta takutlah dari kemaksiatan. Didiklah anggota keluargamu dengan dzikir yang akan menyelamatkan dari api neraka” ( Ibnu Katsir & At Tabari).
               Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa orang tua  berkewajiban menyelenggarakan pendidikan untuk anaknya. Menurut Team Penyusun Buku Ilmu Pendidikan Islam Dirbinpertais Departemen Pendidikan Agama Republik Indonesia bahwa Tanggung jawab pendidikan Islam yang harus dipikul oleh orang tua sekurang-kurangnya adalah sebagai berikut:
1.      Memelihara dan membesarkan anak, inilah bentuk yang paling sederhana dari tanggung jawab setiap orang tua dan merupakan dorongan alami untuk mempertahankan kelangsungan manusia.
2.      Melindungi dan menjamin kesamaan, baik jasmaniah maupun rohaniah dari berbagai gangguan penyakit dan dari wewenang kehidupan ddari tujuan hidup yang sesuai dengan falsafah hidup seluas dan setinggi yang dianutnya.
3.      Memberi pengajaran dalam arti yang luas, sehingga anak memperolah peluang untuk memiliki pengetahuan dan kecakapan seluas dan setinggi mungkin yang dicapainya.
4.      Membahagiakan anak, baik dunia maupun akhirat, sesuai dengan pandangan dan tujuan hidup muslim.
               Adapun pendidikan yang harus diberikan oleh orang tua sebagai wujud tanggung jawab terhadap keluarga adalah:
1.      Pendidikan Agama
               Pendidikan agama dan spiritual adalah pondasi utama bagi pendidikan keluarga. Pendidikan agama ini meliputi pendidikan aqidah, mengenalkan hukum halal-haram memerintahkan anak beribadah (shalat) sejak umur tujuh tahun, mendidik anak untuk mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, orang-orang yang shalih dan mengajar anak membaca Al-Qur’an. Al-Ghazali berkata, “Hendaklah anak kecil diajari Al-Qur’an, Hadis dan sejarah orang-orang shalih kemudian hukum Islam.”
2.      Pendidikan Akhlaq
               Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Diantara kewajiban bapak kepada anaknya ialah memperbagus budi pekertinya dan membaguskan namanya.” (HR.Baihaqi). Para ahli pendidikan Islam menyatakan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam, sebab tujuan tertinggi pendidikan Islam adalah mendidik jiwa dan akhlak.

3.      Pendidikan Jasmani
               Islam memberi petunjuk kepada kita tentang pendidikan jasmani agar anak tumbuh dan berkembang secara sehat dan bersemangat. Allah Ta’ala berfirman: “Makanlah dan minumlah kamu tetapi jangan berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak senang kepada orang yang berlebih-lebihan.” (QS.Al-A’raf:31). Ayat ini sesuai dengan hasil penelitian para ahli kesehatan bahwa agar tubuh sehat dan kuat, dianjurkan untuk tidak makan dan minum secara berlebih-lebihan. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
 “Ajarilah anak-anakmu berenang dan memanah. Sebaik-baik  pengisi waktu bagi  wanita beriman adalah memintal. Apabila kedua orang tuamu memanggilmu maka penuhilah panggilan ibumu.”(HR Ad-Dailami)
4.      Pendidikan Akal
               Yang dimaksud  dengan pendidikan akal adalah meningkatkan kemampuan intelektual anak, ilmu alam, teknologi dan sains modern sehingga anak mampu menyesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya, guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah. Hal inilah yang diisyaratkan oleh Allah dengan proses penciptaan nabi Adam AS dimana sebelum ia diturunkan ke bumi, Allah mengajarkan nama-nama (asma) yang tidak diajarkan kepada para malaikat. (QS. Al-Baqarah : 31)
5.      Pendidikan Sosial
               Yang dimaksud dengan pendidikan sosial adalah pendidikan anak sejak dini agar bergaul di tengah-tengah masyarakat dengan menerapkan prinsip-prinsip syari’at Islam.  Di antara prinsip syari’at Islam yang sangat erat berkaiatan dengan pendidikan sosial ini adalah prinsip ukhuwwah Islamiyah. Rasa ukhuwwah yang benar akan melahirkan perasaan luhur dan sikap positif untuk saling menolong dan tidak mementingkan diri sendiri. Islam telah menjadikan ukhuwwah Islamiyah sebagai kewajiban yang sangat fundamental dan mengibaratkan kasih sayang sesama muslim dengan sebatang tubuh, apabila salah satu anggota badannya sakit, maka yang lain ikut merasakannya. Untuk mewujudkan ukhuwah Islamiyah ini Islam telah menggariskan syari’at Al-Jama’ah (QS.Ali Imran : 103). Oleh karena itu setiap orang tua harus mengajarkan kehidupan berjama’ah kepada anak-anaknya sejak dini.
               Seluruh aspek pendidikan ini akan berjalan maksimal apabila orangtua dapat dijadikan teladan bagi anak-anaknya di samping harus berusaha secara maksimal agar setiap dia melakukan pekerjaan yang baik bagi keluarganya dapat melakukan seperti yang dia lakukan.[5]
b)      Tanggung Jawab Sekolah Terhadap Pendidikan Islam
Majunya zaman mengakibatkan kita mampu untuk menyesuaikan diri, mautidak mau kita harus bersaing menjadi yang terbaik. Keinginan untuk menjadi yang terbaik ini berdampak terhadap pola penhasuhan orang tua terhadap anaknya. Di mana tanggung jawab orang tua sebagai pendidik utama pada akhirnya melimpah tantanggungjawabnya pada pihak sekolah. Sekolah sengaja dibangun untuk tempat pendidikan kedua setelah keluarga. Sekolah berfungsi melanjutkan pendidikan keluarga dengan guru sebagai ganti orang yang harus di taati.[6]
Adapun sifat-sifat guru yang harus dimiliki oleh guru dalam pendidikan Islam adalah sebagai berikut :
*      Zuhud, mencari keridhaan Allah
*      Kebersihan guru
*      Ikhlas dalam pekerjaan
*      Suka pemaaf
*      Harus mengetahui tabi’at murid
*      Harus menguasai mata pelajaran.[7]
Seperti halnya orang tua, sekolah juga memiliki tujuan sebagai pemenuhan dari tanggung jawabnya kepada anak didik. Melihat dari kondisi cultural bangsa kitayang mayoritas memeluk agama islam maka tujuan pendidikan itu sangatlah cocok diterapkan berdasarkan pendidikan islam. Abu Ahmadi mengatakan bahwa “ pancasila dimana sila pertamanya ketuhanan yang maha esa harus meruakan inti tujuan pendidikan dengan agama sebagai unsure mutlaknya, sebab itu tugas sekolah yang penting adalah membentuk manusia pancasilais sejati, yaitu manusia yang bertauhid. adanya pergantian pemerintahan orde lama manjadi orde baru pelajaran agama dapat dilaksanakan di sekolah-sekolah negeri, bahkan menjadi mata pelajaran wajib. Dengan demikian ada kesempatan yang baik untuk melaksanakan dakwah islamiyah di sekolah-sekolah negeri.
Sama seperti pancasila pendidikan islam juga bertujuan menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakatnya serta senang dan gelar. mengamalkan dan mengembangkan ajaran islam dengan hubungannya dengan Allah SWT dan dengan manusia sesamanya dapat mengambil manfaat yang semakinmeningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup didunia dan diakhirat nanti.
Dari kedua tujuan pendidikan tersebut dapatlah ditarik kesimpulan bahwatanggung jawab sekolah antara lain :
1.      Melanjutkan pendidikan yang telah diberikan oeh orang tua.
2.      Memberikan pendidikan ilmu pengetahuan dan  dibarengi dengan pendidikan agama
Selanjutmya Zakiah Drajat mengatakan bahwa “di sekolah guru merasa tanggung jawab terhadap pendidikan otak murid-muridnya. Ajaran Islam memerintahkan bahwa guru tidaklah hanya mengajar tetapi juga mendidik. Ia harusmemberi contoh dan menjadi teladan bagi muridnya dan dalam segala mata pelajaran ia dapat menanamkan rasa keimanan dan akhlak sesuai dengan ajaran islam.
c)      Tanggung Jawab Masyarakat Terhadap Pendidikan Islam
Dalam tataran pendidikan, masyarakat sangat besar peranannya dan pengaruhnya terhadap perkembangan intelektual dan kepribadian individu peserta didik. Sebab keberadaan masyarakat merupakan labotorium dan sumber makro yang penuh alternative untuk memperkaya pelaksanaan proses pendidikan, untuk itu, setiap anggota masyarakat memiliki peranan dan tanggung jawab moral terhadap terlaksanya proses pendidikan. Hal ini disebabkan adanya hubungan timbale balik antara masyarakat dan pendidikan. Dalam upaya memperdayakan masyarakat dalam dunia pendidikan merupakan sesuatu hal yang penting untuk kemajuan pendidikan.
Pendidikan berbasis masyarakat pada dasarnya menekankan bagaimana masyarakat mempunyai peran atau ikut serta dalam memecahkan masalah, merumuskan visi, misi, tujuan pendidikan yang ditangani oleh pemerintah, sehingga pada gilirannya akan menciptakan masyarakat belajar (Learning Society).
Untuk itu, pusat pendidikan keluarga, sekolah, dan masyarakat ketiganya memiliki tugas yang saling melengkapi, sehingga harus berjalan secara harmonis dan integral dalam upaya mewujudkan jiwa peserta didik agar mampu mendorong terwujudnya semua perbuatan bernilai baik dan mulia menuju masyarakat utama.
Gagasan tentang pendidikan berbasis masyarakat, manajemen berbasis sekolah, tidak lain adalah upaya reformasi dan reorientasi kembali konsep pendidikan yang dilaksanakan, agar mampu melibatkan unsure tersebut dalam satu kesatuan visi, misi pendidikan secara aktif dan dinamis. Dengan kesatuan visi dan misi itulah, pelaksanaan proses pendidikan dapat mencapai tujuan secara sempurna, baik sebagai agent of change, pembentukan pribadi individu muslim yang paripurna dan mampu menjalankan tugasnya di muka bumi ini serta pencipta insan masa depan yang siap pakai, terutama dalam menghadapi millennium ketiga yang semakin kompleks dan menantang.
Reformasi pendidikan tidak saja melibatkan sekolah, tetapi juga keluarga serta masyarakat pada umumnya, dengan sentuhan-sentuhan kerja mereka mampu membuat rumah sebagai masjid yang menumbuhkan nilai-nilai islam. Rumah mampu berperan sebagai sekolah yang turut membantu mengembangkan akidah, amal, dan akhlak, serta akal diri anak didik sebagai amanah Allah. Karena itu rumah, sekolah dapat tampil sebagai benteng yang melindungi seluruh penghuninya. Serta rumah dan sekolah dapat pula berperan sebagai rumah sakit yang memelihara kesehatan jasmanindan rohani bagi warganya. Bahkan sentuhan para pendidik rumah, sekolah maupun masjid akan mampu melahirkan suatu komunitas sebagai tentara Allah, yang siap untuk mengibarkan panji-panji pendidikan madani.
Dengan demikian, terwujudlah apa yang dikehendaki Hadis “rumahku adalah surgaku”. Hal ini dapat diperankan dan diperagakan oleh pendidik rumah dan sekolah, serta masyarakat yang secara emplisit berusaha mengibarkan bendera reformasi pendidikan yang utuh.
d)     Tanggung Jawab Pemerintah Terhadap Pendidikan Islam
Besarnya tanggung jawab sekolah terhadap pendidikan merupakan hal yang tidak dapat dipungkiri lagi. Dari pemaparan tanggung jawab sekolah sebelumnya pastilah sekolah memerlukan bantuan pihak lain demi kelancaran suatu sistem pendidikan. Dalam hal ini pemerintahlah yang harus pertama kali memberikan perhatiannya jika rakyat atau khususnya generasi yang merupakan ujung tombak kemajuan bangsa tidak diperhatikan kesejahteraannya maka kemajuan itu tidak akansegera terwujud.
Hafsoh Fadiyah mengatakan bahwa dalam Islam pemerintah adalah penaggung jawab atas segala hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak (sebagai pelayan umat, bukan majikan yang menindas ). Dan dalam hal ini pendidikan adalahsalah satunya.6
 Nabi Muhammad SAW bersabda bahwa “seseorang imam (kepala Negara adalah pemimpin yang mengatur dan memelihara) urusan rakyatnya maka ia akan diminta pertanggung jawaban terhadap orang-orang yang dipimpinnya itu(HR.Bukhari dan Muslim).
Di Indonesia, Pendidikan Islam ditangani oleh departemen agama RI dimana penyelenggaraan dan pembinaan pendidikan para perguruan agama islam didasarkan pada keputusan menteri agama NO 6 tahun 1979 tentang penyempurnaan organisasidan tata kerja departemen agama sebagai pelaksana keputusan presiden nomor 30tahun 1978 didalam pasal 195 disebutkan bahwa fungsi direktorat pembinaaan agamaislam antara lain :
1.      Mempersiapkan perumusan kebijakan tekhnis dibidang pembinaan pendidik pada perguruan agama islam.
2.      Melaksanakan pembinaan pendidikan pada perguruan agama Islam yang meliputi kurikulum, tenaga guru dan sarana pendidikan.
3.      Melakukan evaluasi atas pelaksanaan pendidikan pada perguruan agama islam.
4.      Melakuakan pengendalian tekhnis atas pelaksanaan pendidikan pada perguruan agama Islam.
5.      Mengumpulkan dan mengelola data yang diperlukan bagi penyusunan rencana evaluasi peningkatan dan penyempurnaan pembinaan pada perguruan agama Islam.
Sebagaimana yang telah dipaparkan diatas maka tanggung jawab pemerintah terhadap kesejahtraan khususnya pada pendidikan rakyat tersebut begitu besar. Tanggung jawab pemerintah ialah membebaskan seluruh biaya yangmenyangkut tentang pendidikan generasi seterusnya. Fasilitas sarana dan prasarana serta hal-hal yang menyangkut tentang pendidikan itu hendaknya dapat terpenuhi tanpa harus diminta terlebih dahulu, hal ini demi kemajuan dari sebuah pendidikanyang akan dijalankan.[8]


BAB III
KESIMPULAN
A.    Kesimpulan
·                 Di dalam proses pendidikan dalam lingkunagan keluarga masing-masing orang tua memiliki peran yang sangat besar dan penting. Dalam hal ini, ada banyak aspek pendidikan sangat perlu diterapkan oleh masing-masing orang tua dalam hal membentuk tingkah laku atau kepribadian anaknya yang sesuai dengan tuntunan al-qur’an dan hadist rasulullah SAW.Di antara aspek-aspek tersebut adalah pendidikan yang berhubungan dengan penanaman atau pembentukan dasar keimanan (akidah), pelaksanaan ibadah, akhlak, dan dalam lingkunagan
·                 Dalam lingkungan sekilah tanggung jawab dalam mendidik anak di bebankan kepada guru. Tugas guru bukan hanya mendidik tetapi juga menjadi teladan yang baik bagi anak didiknya.
·                 Pemerintah memiliki juga andil yang cukup besar dalam pendidikan, karena pendidikan merupakan hak rakyat yang harusdipenuhi. Yang dalam hal ini pemerintah hendaknya dapat menyediakansarana dan prasarana pendidikan dan atau yang menyangkut tentang pendidikan itu sendiri. Hal ini bertujuan agar pendidikan yang diberikan itu sesuai denagn tujuan yang telah ditetapkan semula.
B.     Saran
Kami sadar bahwa Makalah yang saya buat ini masih jauh dari kesempurnaan sebuah Karya Tulis Ilmiah. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangatlah kami butuhkan demi menuju kesempurnaan Makalah ini.  


DAFTAR PUSTAKA

Ali Hasniyati Gani, Ilmu Pendidikan (Kendari: Istana Profesional, 2007)
Ali Hasniyat Gani, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Quantum Teaching, 2008)





[1] Hasniyati Gani Ali, Ilmu Pendidikan (Kendari: Istana Profesional, 2007), h. 67-71
[3] Hasniyat Gani Ali, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Quantum Teaching, 2008), h. 2-3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar