BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
a) Batas-batas
pendidikan
Ada beberapa pendapat tentang
batas-batas pendidikan:
1) Menurut
Langeveld
Langeveld menerangkan tentang batas-batas pendidikan
dalam arti batas waktu dalam pendidikan, yakni kapan pendidikan itu dimulai dan
kapan pendidikan itu berakhir. Saat kapan pendidikan dimulai disebut batas
bawah dan kapan pendidkan berakhir disebut batas atas dari pendidikan.
Menurut Langeveld, pendidikan yang sebenarnya
baru bisa dimulai ketika anak mengenal akan adanya kewibawaan kira-kira berumur
3 tahun atau sekitar 4 tahun, dan
ini disebut dengan batas bawah pendidikan. Tetapi sebagian pendapat, pada
umumnya anak mengenal kewibawaan ketika mereka masuk Taman Kanak-kanak.
Sedangkan batas atas pendidikan menurutnya adalah kedewasaan. Adapun
cirri-ciri utama kedewasaan, antara lain:
a. Adanya
sifat kestabilan (kemantapan)
b. Adanya
sifat tanggung jawab
c. Adanya
sifat berdiri sendiri
Sedangkan menurut Islam bahwa pendidikan adalah
usaha untuk mencapai kesempurnaan hidup, maka pendidikan itu tidak ada batas
akhirnya selagi manusia masih hidup, artinya pendidikan berakhir setelah
manusia masuk ke liang kubur.
2) Menurut
Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa pendidikan bisa
diterapkan mulai anak lahir hingga dewasa, secara terperinci ia menjelaskan
fase-fase tersebut:
a. Zaman
wiraga, mulai 0-8 tahun, periode ini merupakan periode penting bagi
perkembangan badan dan indra.
b. Zaman
wicipta, mulai 8-16 tahun, masa ini merupakan masa perkembangan untuk daya-daya
jiwa terutama pikiran anak.
c. Zaman
wirama, 16-24 tahun, merupakan masa untuk menyesuaikan diri denan masyarakat di
mana anak mengambil bagian sesuai dengan cita-citanya.
Jadi menurut Ki Hajar Dewantara,batas bawah
pendidikan adalah mulai anak lahir dan berakhir setelah tercapainya kedewasaan
yaitu ketika berumur 24 tahun.
b) Tanggung
jawab pendidikan
Untuk
mengetahui siapa yang bertanggung jawab terhadap hasil pendidikan, terlebih
dahulu harus dibedakan lewat objek pendidikan tersebut. Berdasarkan pendidikan
itu diberikan ada 2 macam:
a. Pendidikan
anak-anak
Pada objek ini yang bertanggung jawab terhadap hasil
pendidikan sepenuhnya adalah tanggung jawab pendidik, dalam arti para guru,
orang tua, pemimpin-pemimpin dan para pihak lain yang turut serta memberikan
pendidikan tersebut. Hal ini disebabkan selain ia masih menpunyai sifat
kekanak-kanakan, ia juga mempunyai kemauan yang lemah, masih sangat mudah
dipengaruhi serta masih kaburnya pandangannya tentang tujuan belajar dan tujuan
sekolah. Jadi yang bertanggung jawab terhadap hasil pendidikan anak di Sekolah
Dasar dan Sekolah menengah bisa dikatakan itu adalah tanggung jawab para
pendidik.
b. Pendidikan
orang dewasa
Orang dewasa dalam pendidikan bukan
hanya sebagai objek pendidikan, tetapi ia juga merupakan subjek yang turut
aktif dalam proses pendidikan. Sebab sebagai orang yang telah dewasa ia harus
bertanggung jawab terhadap akibat dari semua tingkah laku perbuatannya. Jadi
yang bertanggung jawabterhadap pendidikan tersebut adalah si terdidik, sebab
hal itu merupakan pendidikan diri sendiri (zelfopvoeding).[1]
B. Rumusan masalah
1.
Bagaimana
batasan pendidikan islam?
2.
Bagaimana
tanggung jawab pendidikan islam?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Batasan Ilmu Pendidikan Islam
Batas ialah suatu yang menjadi hijab atau ruang lingkup;
awal dan akhir berarti memiliki permulaan dan akhir. Sedangkan pendidikan
adalah pengaktualisasian fitrah insaniyah yang manusiawi dan potensial agar
manusia dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya (individual, sosial,
religius) (Abdurrahman, 1988: 13).
- Batas Awal Pendidikan Islam
Yang dimaksud dengan batas awal pendidikan Islam ialah saat
kapan pendidikan Islam itu dimulai. Para ahli paedagogik muslim dan non muslim
mempunyai pendapat yang beragam akan hal ini. Mereka hanya sepakat bahwa
pendidikan itu adalah suatu usaha dan proses mempunyai batas-batas tertentu.
Langevel, memberikan batas awal (bawah) pendidikan pada saat anak sudah berusia
kurang lebih 4 tahun, yakni pada usia ini telah terjadi mekanisme untuk
mempertahankan dirinya (eksistensi) perubahan besar dalam jiwa seseorang anak
di mana sang anak telah mengenal aku-Nya. Sehingga si anak sudah mulai
sadar/mengenal kewibawaan (gezag) (Amier Daien Indra Kusuma, 1973 : 33).
Kewibawaan dalam pendidikan adalah kesediaan untuk mengalami
adanya pengaruh dan menerima pengaruh (anjuran) orang lain atas dasar sukarela.
Bukan karena takut atau terpaksa.
Sejarah Islam telah membenarkan bahwa pendidikan Islam itu
telah mulai berkembang pesat di dunia
Islam semenjak Islam itu lahir di permukaan bumi. Firman Allah SWT dalam surah
al-Alaq ayat 1-5 sebagai ayat yang pertama kali diturunkan yang berkaitan
dengan pendidikan sebagai berikut:
إِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي
خَلَقَ خَلَقَ اْلإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ إِقْرَأْ وَرَبُّكَ اْلأَكْرَمُ
أَلَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ عَلَّمَ اْلإِنْسَانَ مَالَمْ يَعْلَمْ
Artinya : “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu Maha Pemurah; yang
mengajarkan manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia
apa yang belum diketahuinya”. (Q.S. 96 : 1-5).
Imam al-Gazali berpendapat bahwa anak itu seperti kertas
putih yang siap untuk ditulisi melalui orang tuanya sebagai pendidik sehingga
batas awal pendidikan pada saat anak dalam kandungan ibunya, lebih jauh dari
itu yakin pada saat memilih calon pasangan hidup (suami isteri) (Ahmad
Izzuddin, 1987 : 109). Di mana anak akan lahir, tidaklah terlepas dari pengaruh
perilaku orang tuanya yang mendidik dan membesarkannya.
Anak dalam kaitannya dalam pendidikan menurut ajaran Islam
adalah fitrah atau ajaran bagi orang tuanya. Sebagaimana Hadis
Rasulullah saw. yang artinya: Setiap anak itu dilahirkan atas fitrah,
kedua orang tuanyalah yang menjadikan Nasrani atau Majusi.
- Batas Akhir Pendidikan Islam
Sebelum anak mengenal kewibawaan (gezag) dari pendidik maka
peristiwa pendidikan belum ada, dan yang ada hanya latihan dan pembiasaan saja.
Kewibawaan yang dimaksud adalah kekuatan batin yang dimiliki oleh pendidik yang
ditaati oleh anak didik. Langevel memandang pendidikan itu sebagai suatu
pergaulan antara anak didik dengan pendidik. Tugas si pendidik ialah
mendewasakan anak didik (manusia muda) dengan membimbing sampai pada tingkat
kedewasaan (jasmani dan rohani). Sehingga dapat berdiri sendiri dan bertanggung
jawab secara etis.
Adapun tujuan akhir pendidikan Islam menurut Imam al-Gazali
adalah untuk mencapai keutamaan dan taqarrub (pendekatan diri kepada Allah).
Sejalan dengan hal di atas jelaslah bahwa batas pendidikan versi Langevel agak
realistik pragmatik, maka batas pendidikan Islam lebih idealistik dan pragmatik
menurut Islam, pendidikan itu berlangsung dari buaian sampai ke liang lahat.
Sebagaimana Hadis Nabi saw.:
أُطْلُبِ اْلعِلْمَ مِنَ اْلمَهْدِ
إِلَى اللَّهْـدِ
Artinya: “Tuntutlah ilmu pengetahuan semenjak dari buaian
hingga ke liang lahat”. (al-Hadis).
Prinsip pendidikan yang dilaksanakan dewasa ini yang dikenal
dengan konsep pendidikan seumur hidup (Long Life of Education). Hal ini
menunjukkan bahwa tidak dikenal adanya batas-batas pendidikan. Bukankah
pendidikan adalah pertolongan orang dewasa (pendidik) kepada (pemuda) anak
didik. Bukankah manusia semenjak dia lahir dan sepanjang hidupnya dia
membutuhkan pertolongan orang lain?, maka semakin banyak kebutuhan hidup yang
dibutuhkannya semakin pula ia membutuhkan pendidikan.
Secara
umum tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya manusia muttaqin yang secara
sadar dan bertanggung jawab selalu mencari keridaan Allah SWT melalui jalur muamalah yang ubudiyah sehingga
sistem pendidikan Islam adalah suatu pola yang menyeluruh dari suatu masyarakat,
unsur-unsur lembaga formal atau non formal dengan pemindahan pengetahuan dan
pewarisan kebudayaan yang mempengaruhi pertumbuhan sosial spiritual dan
intelektual. Dengan munculnya sistem pendidikan Islam sebagai suatu sistem yang
berdiri sendiri adalah suatu fenomena baru dalam syariat Islam (Hasan
Langgulung, 1988 : 4)[2]
Beragam
pemikiran tentang pengertian ilmu pendidikan islam yang dikemukakan oleh para
tokoh-tokoh pendidikan islam.
Menurut
Achmadi (1992), ilmu pendidikan islam adalah ilmu yang mengkaji
pandangan islam tentang pendidikan dengan menafsirkan nilai-nilai ‘Illahi’ dan
mengkomunikasikan secara timbale balik dengan fenomena dalam situasi pendidikan
Sejalan
dengan Achmadi, H.M, Arifin (1991), menyatakan bahwa ilmu pendidikan islam adalah studi tentang system dan proses
kependidikan yang berdasarkan Islam untuk mencapai produk atau tujuannya, baik
studi secara teoritis maupun praktis.
Widodo
Supriyono (2001), memberikan pengertian ilmu pendidikan islam adalah
ilmu yang membicarakan masalah-masalah umum pendidikan islam, secara menyeluruh
dan abstrak. Di mana pendidikan islam bersifat teoritis dan praktis. Ilmu pendidikan
islam adalah ilmu yang membahas proses penyampaian materi-materi ajaran
islam kepada anak didik dalam prose pertumbuhan.
Dalam
ilmu pendidikan islam teoritis, dibahas hal-hal yang bersifat normative,
yakni menunjuk kepada standar nilai islam. Oleh karena itu, sistematika pokok
kajiannya meliputi landasan dasar pendidikan islam, fungsi pendidikan islam,
dan tujuan pendidikan islam.
Adapaun
ilmu pendidikan islam yang bersifat praktis, sistematika pokok kajiannya
melipui pendidikan islam di lingkungan keluarga, sekolah, serta di lingkungan
masyarakat.
Berdasarkan
penegasan-penegasan terebut maka dapat dikatakan bahwa ilmu pendidikan islam
merupakan ilmu pengetahuan praktis, karena yang diuraikan dalam ilmu ini
dilaksanakan dalam kegiatan pendidikan, dan orang yang mempelajari ilmu ini
dengan tujuan untuk dapat mengetahui dan mengarahkan kegiatan pendidikan.
Ilmu
pendidikan islam juga merupakan ilmu pengetahuan rohani, karena situasi
pendidikan berdasarkan atas tujuan tertentu dan tidak membiarkan anak tumbuh
secara liar sesuai dengan keinginannya, malainkan memandangnya sebagai makhluk
susila, berharkat dan ingin membawanya ke arah manusia susila, yang memiliki
harkat dan budaya.
Batasan
ilmu pendidikan islam menggunakan kaidah-kaidah ilmu pendidikan, dan
menggunakan pendekatan filosofis dan empiris agar ia memiliki konsep yang
idealistic, realistic dan praktis. Pendekatan filosofis mengangkat
nilai-nilai Illahi transcendental yang terkandung dalam risalah Islamiyah yang
berkaitan dengan masalah-masalah pendidikan. Sedangkan pendekatan empiris
lebih di arahkan pada upaya untuk mencari jawaban terhadap berbagai masalah
pendidikan yang timbul dengan selalu menggunakan parameter nilai-nilai
‘Illahi’.
Berdasarkan
pendekatan tersebut, ilmu pendidikan islam dapat diberi batasan secara garis
besar, yakni ilmu pendidikan islam ialah ilmu yang mengkaji pendidikan dengan
menafsirkan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran islam dan mengkomunikasikan
secara timbale balik dengan fenomena social dalam situasi pendidikan
kontemporer.[3]
B. Tanggung Jawab Pendidikan Islam
a) Tanggung
Jawab Keluarga Terhadap Pendidikan Islam
Didalam lingkungan keluarga, orang tua berkewajiban
untuk menjaga, mendidik, serta membimbing dan mengarahkan dengan
sungguh-sungguh dari tingkah laku atau kepribadian anak sesuai dengan syariat
islam yang berdasarkan atas tuntunan atau aturan yang telah ditentukan di
dakam al-qur’an dan hadist. Tugas ini merupakan tanggung jawab masing-masing
orang tua yang harus dilaksanakan. Pentingnya pendidikan islam bagi
tiap-tiap orang tua terhadap anak-anaknya didasarkan pada sabda Rasulullah
SAW yang menyatakan bahwa :
“Setiap anak dilahirkan dalam
keadaan fitra. kedua orang tuanyalah yang menjadikannya nasrani, yahudi atau
majusi”. (HR.bukhari)
Pendidikan keluarga merupakan salah
satu aspek penting, karena awal pembentukan
dan perkembangan dari tingkah laku atau kepribadian atau jiwa seorang anak adalah melalui proses pendidikan dilingkungan
keluarga. dilingkungan inilah pertama kalinya terbentuknya pola dari
tingkah laku atau kepribadian seorang anak tersebut. pentingnya peran keluarga dalam proses pendidikan anak
dicantumkan didalam al-Qur’an, yang
mana Allah SWT berfirman dalam surah Al-Furqon ayat 74, yang artinya
sebagai berikut:
”dan orang-orang yang berkata: ya
tuhan kami isteri-isteri kami dan keturunan
kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi
orang-orang yang bertakwa (Al-Furqan:74)
Selanjutnya, berhubungan dengan
pentingnya peranan orang tua dalam pendidikan anak di dalam
lingkungan keluarga ini juga dijelaskan Allah sesuai dengan firmannya didalam surah At-Tamrin
ayat 6, yang artinya sebagai berikut:
”Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang
bahan bakarnya adalah manusia dan dan penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar,keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkannya
keoada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan“(Q.S At-Tamrin: 6)
Jadi, di dalam proses pendidikan di dalam lingkungan
keluarga masing-masing orang tua memiliki
peran yang sangat besar dan penting. dalam hal ini, ada banyak aspek
pendidikan sangat perlu diterapkan oleh masing-masing orang tua dalam
halmembentuk tingkah laku atau kepribadian anaknya yang sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an
dan Hadis Rasulullah SAW. Diantara aspek-aspek tersebut adalah pendidikan yang berhubungan dengan penanaman atau pembentukan
dasar keimanan (akidah), pelaksanaan ibadah, akhlak dan sebagainya.[4]
Dasar kewajiban orang tua mendidik anak
serta tanggung jawab orang tua dalam pendidikan islam
Tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan Islam
ditegaskan dalam sabda Rasulullah SAW sebagai berikut:
ﻭﺃﻥﻴﺰﻮﺟﻪﺈﺰﺍﺃﺫﻙ ﺭﻗﻪﺇﻻﻄﻴﺒﺎ ﻮﺍﻟﺮﻣﺎﻳﻪﻭﺃﻥﻴﺮ ﺤﺔ ﻮﺍﻟﺴﺒﺎ ﺤﻖﺍﻠﻮﺍﻠﺩﻋﻟﻰﺍﻟﻮﻟﺩﺃﻦﻴﺤﻳﻥﺍﻠﺴﻤﻪ
ﻮﺃﺮﺑﻪ ﻮﺃﻦﻴﻌﻠﻣﻪﺍﻠﻜﺘﺎﺒﻪ
Artinya: “Kewajiban orang tua kepada
anaknya yaitu memberi nama yang bagus, mengajari sopan santun, baca tulis,
berenang dan memanah serta mengawinkannya bila ia telah dewasa”. (HR.
Hakim)
Proses
peletakan dasar-dasar pendidikan di lingkungan keluarga, merupakan tonggak awal
keberhasilan proses pendidikan selanjutnya, baik secara formal maupun
non-formal. Dalam hal ini Allah berfirman:
ﻏﻼ ﻇﺸﺪﺍﺩﻻ ﻴﻌﺻﻮﻦ ﺍﷲ ﻣﺎﺍ ﻣﺮﻫﻡﻭ ﻳﻓﻌﻠﻭﻦ ﻣﺎﻴﻮﻣﺮﻮﻥ ﻨﺎﺮﺍﻮ ﻗﻮﺪ
ﻫﺍﺍﻠﻨﺎﺱ ﻮﺍﻟﺣﺠﺎﺮﺓ ﻋﻟﻳheﻬﺎ ﻣﻠﺀﻛﺔ ﻭﺍﻫﻟﻴﻛﻡ ﺍﻧﻔﺳﻛﻡ ﻴﺎﻳﻬﺎﺍﻠﻨﻳﻦ ﺍ ﻣﻧﻮﺍﻗﻭﺍ
Artinya : “Wahai
saudaraa-saudara yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikatt kasar dank eras, yang tidak durhaka kapaada Allah terhadap
apaa yang Dia perintahkan kepada manusia dan selalu yang DIa perintahkan kapada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (QS.At-Tahrim: 6)
Mengomentari hal ini Ali bin Abi Tholib dan Ibnu Abbas
Radhiyallahu ‘Anhum menyatakan “Berikan pendidikan, ajarilah dengan ketaatan
kepada Allah, serta takutlah dari kemaksiatan. Didiklah anggota keluargamu
dengan dzikir yang akan menyelamatkan dari api neraka” ( Ibnu Katsir &
At Tabari).
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa orang tua berkewajiban menyelenggarakan
pendidikan untuk anaknya. Menurut Team Penyusun Buku Ilmu Pendidikan Islam
Dirbinpertais Departemen Pendidikan Agama Republik Indonesia bahwa Tanggung
jawab pendidikan Islam yang harus dipikul oleh orang tua sekurang-kurangnya
adalah sebagai berikut:
1.
Memelihara dan membesarkan anak, inilah bentuk yang paling
sederhana dari tanggung jawab setiap orang tua dan merupakan dorongan alami
untuk mempertahankan kelangsungan manusia.
2.
Melindungi dan menjamin kesamaan, baik jasmaniah maupun
rohaniah dari berbagai gangguan penyakit dan dari wewenang kehidupan ddari
tujuan hidup yang sesuai dengan falsafah hidup seluas dan setinggi yang
dianutnya.
3.
Memberi pengajaran dalam arti yang luas, sehingga anak memperolah
peluang untuk memiliki pengetahuan dan kecakapan seluas dan setinggi mungkin
yang dicapainya.
4.
Membahagiakan anak, baik dunia maupun akhirat, sesuai dengan
pandangan dan tujuan hidup muslim.
Adapun
pendidikan yang harus diberikan oleh orang tua sebagai wujud tanggung jawab
terhadap keluarga adalah:
1.
Pendidikan Agama
Pendidikan
agama dan spiritual adalah pondasi utama bagi pendidikan keluarga. Pendidikan
agama ini meliputi pendidikan aqidah, mengenalkan hukum halal-haram
memerintahkan anak beribadah (shalat) sejak umur tujuh tahun, mendidik anak
untuk mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya,
orang-orang yang shalih dan mengajar anak membaca Al-Qur’an. Al-Ghazali
berkata, “Hendaklah anak kecil diajari Al-Qur’an, Hadis dan sejarah orang-orang
shalih kemudian hukum Islam.”
2.
Pendidikan Akhlaq
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Diantara kewajiban bapak kepada
anaknya ialah memperbagus budi pekertinya dan membaguskan namanya.”
(HR.Baihaqi). Para ahli pendidikan Islam menyatakan bahwa pendidikan akhlak
adalah jiwa pendidikan Islam, sebab tujuan tertinggi pendidikan Islam adalah
mendidik jiwa dan akhlak.
3.
Pendidikan Jasmani
Islam
memberi petunjuk kepada kita tentang pendidikan jasmani agar anak tumbuh dan
berkembang secara sehat dan bersemangat. Allah Ta’ala berfirman: “Makanlah dan
minumlah kamu tetapi jangan berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak senang
kepada orang yang berlebih-lebihan.” (QS.Al-A’raf:31). Ayat ini sesuai dengan
hasil penelitian para ahli kesehatan bahwa agar tubuh sehat dan kuat,
dianjurkan untuk tidak makan dan minum secara berlebih-lebihan. Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
“Ajarilah anak-anakmu berenang dan memanah.
Sebaik-baik pengisi waktu bagi wanita beriman adalah memintal.
Apabila kedua orang tuamu memanggilmu maka penuhilah panggilan ibumu.”(HR
Ad-Dailami)
4.
Pendidikan Akal
Yang
dimaksud dengan pendidikan akal adalah meningkatkan kemampuan intelektual
anak, ilmu alam, teknologi dan sains modern sehingga anak mampu menyesuaikan
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai
hamba Allah dan khalifah-Nya, guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep
yang ditetapkan Allah. Hal inilah yang diisyaratkan oleh Allah dengan proses
penciptaan nabi Adam AS dimana sebelum ia diturunkan ke bumi, Allah mengajarkan
nama-nama (asma) yang tidak diajarkan kepada para malaikat. (QS. Al-Baqarah :
31)
5.
Pendidikan Sosial
Yang
dimaksud dengan pendidikan sosial adalah pendidikan anak sejak dini agar
bergaul di tengah-tengah masyarakat dengan menerapkan prinsip-prinsip syari’at
Islam. Di antara prinsip syari’at Islam yang sangat erat berkaiatan
dengan pendidikan sosial ini adalah prinsip ukhuwwah Islamiyah. Rasa ukhuwwah
yang benar akan melahirkan perasaan luhur dan sikap positif untuk saling
menolong dan tidak mementingkan diri sendiri. Islam telah menjadikan ukhuwwah
Islamiyah sebagai kewajiban yang sangat fundamental dan mengibaratkan kasih
sayang sesama muslim dengan sebatang tubuh, apabila salah satu anggota badannya
sakit, maka yang lain ikut merasakannya. Untuk mewujudkan ukhuwah Islamiyah ini
Islam telah menggariskan syari’at Al-Jama’ah (QS.Ali Imran : 103). Oleh karena
itu setiap orang tua harus mengajarkan kehidupan berjama’ah kepada anak-anaknya
sejak dini.
Seluruh
aspek pendidikan ini akan berjalan maksimal apabila orangtua dapat dijadikan
teladan bagi anak-anaknya di samping harus berusaha secara maksimal agar setiap
dia melakukan pekerjaan yang baik bagi keluarganya dapat melakukan seperti yang
dia lakukan.[5]
b) Tanggung Jawab
Sekolah Terhadap Pendidikan Islam
Majunya zaman mengakibatkan kita mampu
untuk menyesuaikan diri, mautidak mau kita harus bersaing menjadi yang terbaik.
Keinginan untuk menjadi yang terbaik
ini berdampak terhadap pola penhasuhan orang tua terhadap anaknya. Di mana tanggung jawab orang tua sebagai pendidik utama
pada akhirnya melimpah tantanggungjawabnya
pada pihak sekolah. Sekolah sengaja dibangun untuk tempat pendidikan kedua
setelah keluarga. Sekolah berfungsi melanjutkan pendidikan keluarga
dengan guru sebagai ganti orang yang harus di taati.[6]
Adapun sifat-sifat guru yang harus
dimiliki oleh guru dalam pendidikan Islam adalah sebagai berikut :





Seperti halnya orang tua, sekolah juga
memiliki tujuan sebagai pemenuhan dari tanggung jawabnya kepada anak didik.
Melihat dari kondisi cultural bangsa kitayang mayoritas memeluk agama islam maka
tujuan pendidikan itu sangatlah cocok diterapkan berdasarkan pendidikan islam. Abu Ahmadi mengatakan
bahwa “ pancasila dimana sila pertamanya
ketuhanan yang maha esa harus meruakan inti tujuan pendidikan dengan agama sebagai unsure
mutlaknya, sebab itu tugas sekolah yang penting adalah membentuk
manusia pancasilais sejati, yaitu manusia yang bertauhid. adanya pergantian
pemerintahan orde lama manjadi orde baru pelajaran agama dapat dilaksanakan di sekolah-sekolah
negeri, bahkan menjadi mata pelajaran wajib. Dengan
demikian ada kesempatan yang baik untuk melaksanakan dakwah islamiyah di sekolah-sekolah
negeri.
Sama seperti pancasila pendidikan islam
juga bertujuan menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakatnya
serta senang dan gelar. mengamalkan
dan mengembangkan ajaran islam dengan hubungannya dengan Allah SWT dan dengan manusia sesamanya dapat mengambil
manfaat yang semakinmeningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup
didunia dan diakhirat nanti.
Dari kedua tujuan pendidikan tersebut
dapatlah ditarik kesimpulan bahwatanggung jawab sekolah antara lain :
1. Melanjutkan pendidikan yang telah
diberikan oeh orang tua.
2. Memberikan pendidikan ilmu
pengetahuan dan dibarengi dengan pendidikan agama
Selanjutmya Zakiah Drajat mengatakan bahwa “di sekolah guru
merasa tanggung jawab terhadap pendidikan otak murid-muridnya. Ajaran Islam memerintahkan
bahwa guru tidaklah hanya mengajar tetapi juga mendidik. Ia harusmemberi contoh
dan menjadi teladan bagi muridnya dan dalam segala mata pelajaran ia dapat
menanamkan rasa keimanan dan akhlak sesuai dengan ajaran islam.
c) Tanggung Jawab Masyarakat Terhadap
Pendidikan Islam
Dalam tataran pendidikan, masyarakat sangat besar peranannya
dan pengaruhnya terhadap perkembangan intelektual dan kepribadian individu
peserta didik. Sebab keberadaan masyarakat merupakan labotorium dan sumber
makro yang penuh alternative untuk memperkaya pelaksanaan proses pendidikan,
untuk itu, setiap anggota masyarakat memiliki peranan dan tanggung jawab moral
terhadap terlaksanya proses pendidikan. Hal ini disebabkan adanya hubungan
timbale balik antara masyarakat dan pendidikan. Dalam upaya memperdayakan
masyarakat dalam dunia pendidikan merupakan sesuatu hal yang penting untuk
kemajuan pendidikan.
Pendidikan berbasis masyarakat pada dasarnya menekankan
bagaimana masyarakat mempunyai peran atau ikut serta dalam memecahkan masalah,
merumuskan visi, misi, tujuan pendidikan yang ditangani oleh pemerintah,
sehingga pada gilirannya akan menciptakan masyarakat belajar (Learning
Society).
Untuk itu, pusat pendidikan keluarga, sekolah, dan
masyarakat ketiganya memiliki tugas yang saling melengkapi, sehingga harus
berjalan secara harmonis dan integral dalam upaya mewujudkan jiwa peserta didik
agar mampu mendorong terwujudnya semua perbuatan bernilai baik dan mulia menuju
masyarakat utama.
Gagasan tentang pendidikan berbasis masyarakat, manajemen
berbasis sekolah, tidak lain adalah upaya reformasi dan reorientasi kembali
konsep pendidikan yang dilaksanakan, agar mampu melibatkan unsure tersebut
dalam satu kesatuan visi, misi pendidikan secara aktif dan dinamis. Dengan
kesatuan visi dan misi itulah, pelaksanaan proses pendidikan dapat mencapai
tujuan secara sempurna, baik sebagai agent of change, pembentukan
pribadi individu muslim yang paripurna dan mampu menjalankan tugasnya di muka
bumi ini serta pencipta insan masa depan yang siap pakai, terutama dalam
menghadapi millennium ketiga yang semakin kompleks dan menantang.
Reformasi pendidikan tidak saja melibatkan sekolah, tetapi
juga keluarga serta masyarakat pada umumnya, dengan sentuhan-sentuhan kerja
mereka mampu membuat rumah sebagai masjid yang menumbuhkan nilai-nilai islam.
Rumah mampu berperan sebagai sekolah yang turut membantu mengembangkan
akidah, amal, dan akhlak, serta akal diri anak didik sebagai amanah Allah.
Karena itu rumah, sekolah dapat tampil sebagai benteng yang melindungi seluruh
penghuninya. Serta rumah dan sekolah dapat pula berperan sebagai rumah sakit
yang memelihara kesehatan jasmanindan rohani bagi warganya. Bahkan sentuhan
para pendidik rumah, sekolah maupun masjid akan mampu melahirkan suatu
komunitas sebagai tentara Allah, yang siap untuk mengibarkan panji-panji
pendidikan madani.
Dengan demikian, terwujudlah apa yang dikehendaki Hadis
“rumahku adalah surgaku”. Hal ini dapat diperankan dan diperagakan oleh
pendidik rumah dan sekolah, serta masyarakat yang secara emplisit berusaha
mengibarkan bendera reformasi pendidikan yang utuh.
d) Tanggung Jawab
Pemerintah Terhadap Pendidikan Islam
Besarnya tanggung jawab sekolah terhadap
pendidikan merupakan hal yang tidak dapat dipungkiri lagi. Dari pemaparan
tanggung jawab sekolah sebelumnya pastilah sekolah memerlukan
bantuan pihak lain demi kelancaran suatu sistem pendidikan. Dalam hal ini
pemerintahlah yang harus pertama kali memberikan perhatiannya jika rakyat atau
khususnya generasi yang merupakan ujung tombak kemajuan bangsa tidak diperhatikan
kesejahteraannya maka kemajuan itu tidak akansegera terwujud.
Hafsoh Fadiyah mengatakan bahwa dalam Islam pemerintah
adalah penaggung jawab atas segala hal
yang menyangkut hajat hidup orang banyak (sebagai pelayan umat,
bukan majikan yang menindas ). Dan dalam hal ini pendidikan adalahsalah
satunya.6
Nabi Muhammad SAW bersabda bahwa
“seseorang imam (kepala Negara adalah pemimpin yang mengatur dan memelihara)
urusan rakyatnya maka ia akan diminta pertanggung jawaban terhadap orang-orang yang
dipimpinnya itu(HR.Bukhari
dan Muslim).
Di Indonesia, Pendidikan Islam ditangani
oleh departemen agama RI dimana penyelenggaraan
dan pembinaan pendidikan para perguruan agama islam didasarkan pada
keputusan menteri agama NO 6 tahun 1979 tentang penyempurnaan organisasidan tata kerja departemen agama sebagai pelaksana
keputusan presiden nomor 30tahun 1978 didalam pasal 195 disebutkan bahwa
fungsi direktorat pembinaaan agamaislam antara lain :
1.
Mempersiapkan perumusan kebijakan
tekhnis dibidang pembinaan pendidik
pada perguruan agama islam.
2.
Melaksanakan pembinaan pendidikan pada
perguruan agama Islam yang
meliputi kurikulum, tenaga guru dan sarana pendidikan.
3.
Melakukan evaluasi atas pelaksanaan pendidikan pada
perguruan agama islam.
4.
Melakuakan pengendalian tekhnis atas pelaksanaan pendidikan
pada perguruan agama Islam.
5.
Mengumpulkan dan mengelola data yang diperlukan bagi
penyusunan rencana evaluasi peningkatan dan penyempurnaan pembinaan pada
perguruan agama Islam.
Sebagaimana yang telah dipaparkan
diatas maka tanggung jawab pemerintah terhadap kesejahtraan khususnya pada
pendidikan rakyat tersebut begitu besar. Tanggung jawab pemerintah ialah
membebaskan seluruh biaya yangmenyangkut tentang pendidikan generasi seterusnya.
Fasilitas sarana dan prasarana serta hal-hal yang menyangkut tentang pendidikan
itu hendaknya dapat terpenuhi tanpa harus diminta terlebih dahulu, hal ini demi
kemajuan dari sebuah pendidikanyang
akan dijalankan.[8]
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
· Di
dalam proses pendidikan dalam lingkunagan keluarga masing-masing orang tua
memiliki peran yang sangat besar dan penting. Dalam hal ini, ada banyak
aspek pendidikan sangat perlu diterapkan oleh masing-masing orang tua dalam hal
membentuk tingkah laku atau kepribadian anaknya yang sesuai dengan tuntunan
al-qur’an dan hadist rasulullah SAW.Di antara aspek-aspek tersebut adalah
pendidikan yang berhubungan dengan penanaman atau pembentukan dasar
keimanan (akidah), pelaksanaan ibadah, akhlak, dan dalam lingkunagan
· Dalam lingkungan sekilah tanggung jawab dalam mendidik
anak di bebankan kepada guru. Tugas guru bukan hanya mendidik tetapi juga menjadi
teladan yang baik bagi anak didiknya.
· Pemerintah
memiliki juga andil yang cukup besar dalam pendidikan, karena pendidikan
merupakan hak rakyat yang harusdipenuhi. Yang dalam hal ini pemerintah hendaknya
dapat menyediakansarana dan prasarana pendidikan dan atau yang menyangkut
tentang pendidikan itu sendiri. Hal ini bertujuan agar pendidikan yang
diberikan itu sesuai denagn tujuan yang telah ditetapkan semula.
B.
Saran
Kami
sadar bahwa Makalah yang saya buat ini masih jauh dari kesempurnaan sebuah
Karya Tulis Ilmiah. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangatlah
kami butuhkan demi menuju kesempurnaan Makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Hasniyati Gani, Ilmu Pendidikan (Kendari:
Istana Profesional, 2007)
Ali Hasniyat Gani, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta:
Quantum Teaching, 2008)
[1] Hasniyati Gani Ali, Ilmu
Pendidikan (Kendari: Istana Profesional, 2007), h. 67-71
[2] http://syammufaziah.blogspot.com/2011/03/batas-batas-pendidikan-islam.html.
diunduh tgl 29/09/2013
[3] Hasniyat Gani Ali, Ilmu
Pendidikan Islam (Jakarta: Quantum Teaching, 2008), h. 2-3
[4] http://nurbaiti2791.blogspot.com/2012/12/tanggung-jawab-pendidikan-islam_4068.html, diunduh tanggal 29/09/2013
[5]
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/2191265-tanggung-jawab-pendidikan-dalam-islam/,
diunduh tanggal 29/09/2013
[6] http://nurbaiti2791.blogspot.com/2012/12/tanggung-jawab-pendidikan-islam_4068.html, diunduh tanggal 29/09/2013
[7] http://id.shvoong.com/medicine-and-health/2191265-tanggung-jawab-pendidikan-dalam-islam/,
diunduh tanggal 29/09/2013
[8] http://nurbaiti2791.blogspot.com/2012/12/tanggung-jawab-pendidikan-islam_4068.html, diunduh tanggal 29/09/2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar